Secara sederhana dapat kita katakan bahwa kepemimpinan adalah seni untuk menggerakkan orang lain. Kepemimpinan disebut seni karena kepemimpinan bersifat subyektif kualitatif. Cara memimpin, gaya memimpin, gaya berkomunikasi, karakter dan kepribadian, dsb berbeda antara seorang pemimpin dan pemimpin lainnya.
Warren Bennis mengatakan bahwa kepemimpinan adalah do the right thing, bahwa
kepemimpinan adalah soal melaksanakan sesuatu dengan benar. Kebenaran
yang hakiki melekat kepada kepemimpinan, kebenaran secara ilmu
pengetahuan, kebenaran secara etika, keberanan secara moral, kebenaran
secara hukum, kebenaran secara estetika, kebenaran secara sosial,
kebenaran secara kebudayaan, kebenaran secara meyeluruh.
Kepemimpinan merupakan hal yang mampu membangkitkan dorongan dari dalam diri seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Secara umum menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu; pertama adalah dengan perintah (by order), yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki wewenang yang didapat dari mandat suatu organisasi yang diberikan kepadanya melalui suatu mekanisme tertentu. Melalui wewenang ini maka seseorang memiliki kuasa formal utk memerintahkan orang lain untuk melaksanakan sesuatu. Cara lain menggerakkan orang adalah dengan pengaruh (by influence), yang dilakukan seseorang dengan membangun kesadaran dan keinginan dari dalam diri mereka sehingga secara suka rela seseorang mau melakukan sesuatu.
Baik
melalui perintah maupun melalui pengaruh sama-sama memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Tabel berikut menjelaskan kelebihan
dan kekurangan masing-masing cara menggerakkan orang lain.
Tabel Kekuatan dan Kelemahan Cara Menggerakkan Orang Lain
Dengan
perintah, eksekusi yang akan dilakukan orang lain akan lebih cepat
dilaksanakan, hal ini dikarenakan perintah diberikan dari seseorang yang
memiliki kewenangan, dan pelaksana perintah semata-mata menjalankan
perintah tersebut atas dasar tunduk kepada norma yang ada, bahwa
perintah yang tidak dijalankan akan berdampak pada konsekuensi negatif
terhadap dirinya. Penggunaan cara perintah dalam mengerakkan orang lain
jika dilakukan oleh seorang pemimpin secara terus menerus dan dalam
waktu lama akan berakibat bahwa perintah adalah satu-satunya instumen
menggerakkan orang lain sehingga dampak yang timbul adalah tidak ada
perintah maka tidak ada eksekusi (perintah bersifat sementara). Keberadaan
secara fisik pemimpin di tempat mutlak diperlukan, karena hal intulah
yang menjamin perintah akan dilaksanakan. Orang lain yang menjalankan
perintah hanya akan pasif dan reaktif terhadap perintah saja. Dalam
situasi kepemimpinan semacam ini hampir mustahil mengharapkan kesadaran
dan kreatifitas dari tim yang dipimpin. Perintah perlu digunakan, namun
perlu dikombinasikan dengan cara pengaruh, dimana dengan cara pengaruh
pada dasarnya seseorang pemimpin membangun kesadaran dalam diri orang
lain melalui hubungan yang positif sehingga seseorang akan melaksanakan
sesuatu dalam waktu yang lama (permanen). Kehadiran pemimpin secara
fisik tidak dibutuhkan, karena secara sadar dan iklas seseorang secara
sukarela akan menjalankan arahan yang diinginkan oleh pemimpin.
Satu-satunya kelemahan dalam menggerakkan orang lain melalui cara
pengaruh adalah dibutuhkannya waktu yang lebih lama dalam membangun
hubungan dan pengaruh tersebut.
Dengan
demikian kedua cara ini perlu dilakukan untuk menghasilkan resultan
yang produktif, dimana cara perintah kita butuhkan untuk mendapatkan
eksekusi yang cepat dan cara pengaruh kita butuhkan untuk mendapatkan
apa yang kita inginkan terjadi dalam jangka panjang (permanen). Seperti
layaknya bermain layang-layang, kita tahu kapan harus menarik dan kapan
harus mengulur, sehingga layang-lanyang akan terbang tinggi di udara.
Kemampuan untuk tahu kapan harus memberi perintah dan kapan harus
membangun relasi untuk mendapat kan pengaruh adalah suatu seni. Maka
kepemimpinan dikategorikan sebagai seni (memerintah dan mempengaruhi)
orang lain untuk melaksanakan apa yang kita inginkan. Kepemimpinan
disebut seni karena kepemimpinan bersifat subyektif kualitatif. Cara
memimpin, gaya memimpin, gaya berkomunikasi, karakter dan kepribadian,
dsb berbeda antara seorang pemimpin dan pemimpin lainnya.
Apa yang menjadi modal dasar seorang pemimpin untuk mampu menggerakkan orang lain? Dari survey yang dilakukan oleh Kouzes & Posner, ternyata modal seorang pemimpin bukan karena kemampuan strategi, atau kemampuan komunikasi, atau kemampuan teknis lainnya. Modal dasar dari kepemimpinan adalah hati yang tulus (honesty).
Tabel Hasil Survey atas Karakteristik Pemimpin Ideal
Sumber: Kouzes & Posner, 2002
Penulis : DR. Martinus Tukiran, ST., MT.
0 komentar:
Posting Komentar